Selasa, 12 Januari 2021

Makalah - GANGGUAN BERBAHASA BERDASARKAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL PADA KASUS KAMALA

 

GANGGUAN BERBAHASA BERDASARKAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL PADA KASUS KAMALA

 

 

MAKALAH

 

 

 

oleh:

 

 

1.      SRI WAHYUNI                                                                    170203023

2.      ANA LESTARI                                                                     170203001

3.      NURUL HUDA                                                                     170203017

4.      HASNIAR                                                                              170203010

5.      YULIANA                                                                             170203028

6.      JUMAHIRAH                                                                                    170203015

7.      HASNAWATI                                                                       170203009

8.      DEVI MINARTI                                                                    170203005

9.      LISKA                                                                                                170203016

10.  RADIANSYAH M.                                                               170203018

11.  ERVIANTI DEWI SAPUTRI                                                           170203008

 

 

 

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

 

 

UNIVERSITAS PUANGRIMAGGALATUNG

 

2019
KATA PENGANTAR

 

 

 

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah Psikolinguisitik yang berjudul “Gangguan Berbahasa pada Kasus Kamala”. Dan juga kami berterima kasih kepada Bapak Muhlis, S.Pd., M.Pd. dosen mata kuliah Psikolingusitik yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

      Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Psikolingusitik. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

      Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membaca. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan  kata-kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang membangun  demi perbaikan di masa depan.

 

Sengkang, 5 Desember 2019

 

Penyusun


 

DAFTAR ISI

 

HALAMAN JUDUL...................................................................................       i

KATA PENGANTAR................................................................................       ii

DAFTAR ISI................................................................................................      iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................       1

B. Rumusan Masalah..........................................................................       2

C. Tujuan............................................................................................       2

BAB II PEMBAHASAN

A. Gangguan Faktor Lingkungan......................................................       3

B. Penanganan Gangguan Berbicara..................................................       5

BAB II PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................       8

B. Saran..............................................................................................       8

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................       9


BAB I

 

 

PENDAHULUAN

 

 

 

A.  Latar Belakang

 

 

 

Berbahasa adalah proses mengeluarkan pikiran dan perasaan (dari otak) dan secara lisan, dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Manusia yang normal fungsi otak dan alat bicaranya, tentu dapat berbahasa dengan baik. Namun, mereka yang memiliki kelainan fungsi otak dan alat bicaranya, tentu mempunyai kesulitan dalam berbahasa, baik produktir maupun reseptif. Jadi, kemampuan bahasanya terganggu.

Gangguan berbahasa ini secara garis besar dapat di bagi dua. Pertama, akibat gangguan faktor medis; dan kedua, akibat faktor lingkungan sosial. Yang dimaksud faktor medis adalah gangguan, baik akibat kelainan fungsiotak maupun akibat kelainan alat-alat bicara. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor lingkungan sosial adalah lingkungan kehidupan yang tidak alamiah manusia, seperti tersisih atau terisolasi dari lingkungan kehidipan masyarakat manusia yang sewajarnya.

Namun pada makalah ini kita akan fokuskan pada gangguan berbahasa berdasarkan faktor lingkungan pada kasus Kamala.

 

 

 

B.   Rumusan Masalah

 

 

 

      Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1.      Bagaimana gangguan berbahasa berdasarkan faktor lingkungan?

2.      Bagaimana cara penanganan gangguan berbahasa?

 

C. Tujuan

 

 

 

      Adapun tujuannya adalah sebagai berikut:

1.      Mengetahui gangguan berbahasa berdasarkan faktor lingkungan

2.      Mengetahui cara penanganan gangguan berbahasa

 


 

 

BAB II

 

 

PEMBAHASAN

 

 

 

A.    Gangguan Faktor Lingkungan

Yang dimaksud dengan akibat faktor lingkungan adalah terasingnya seorang anak manusia yang aspek biologis bahasanya normal dari lingkungan kehidupan manusia. Keterasingannya bisa disebabkan karena diperlakukan dengan sengaja (sebagai eksperimen) bisa juga karena hidup bukan dalam alam lingkungan manusia, melainkan dipelihara oleh binatang serigala, seperti kasus Kamala dan Mougli (Chauchard, 1983: 68-69).

Anak terasing tidak sama dengan kasus anak tuli. Anak tuli masih hidup dalam masyarakat manusia. Maka, meskipun dia terasing dari kontak bahasa, tetapi dia masih dapat berkomunikasi dengan orang di sekitarnya. Sedangkan anak terasing  menjadi tidak bisa berkomunikasi dengan manusia karena dia tidak pernah mendengar suara-ujaran manusia.

Beda anak tuli dan anak terasing adalah bahwa anak tuli dirugikan karena tidak bisa mendengar suaranya sendiri maupun suara orang lain. Hal ini berbeda dengan anak normal  yang tercerai dari masyarakat. Dia dapat mengeluarkan suaranya, tapi dia tidak pernah mendengar suara (perkataan) orang dari sekelilingnya, padahal suara (perkataan) orang dari sekeliling  anak itu sangat berperan dalam mengembangkan kemampuan berbicara.

Jadi, anak terasing karena tidak ada orang yang mengajak dan diajak berbicara, tidak mungkin dapat berbahasa. Karena dia sama sekali terasing dari kehidupan sosial masyarakat, maka dengan cepat ia menjadi sama sekali tidak dapat berbahasa. Meskipun bentuk badannya adalah manusia tetapi dia tidak bermartabat seperti manusia. Otaknya tidak berkembang sepenuhnya, tidak dapat berfungsi dalam masyarakat manusia, dan akhirnya menjadi tidak mampu sebagai manusia setelah beberapa tahun. Anak terasing tidak sama dengan anak primitif, sebab orang primitif masih hidup dalam suatu masyarakat meskipun taraf kebudayaannya sangat rendah tetpi tetap dalam suat lingkungan sosial.

Dalam sejarah tercatat sejumlah kasus anak terasing, baik yang diasuh oleh hewan (serigala) maupun yang “terasingkan” oleh keluarganya.

Kasus adanya anak manusia yang dipelihara oleh serigala menurut catatan Zingg sejak tahun 1344 telah ada 31 kasus (Chauchard, 1983: 68). Salah satu diantaranya adalah Kamala dan adiknya, kanak-kanak perempuan India yang ditemukan oleh seorang misionaris di Midnapore, India.

Ketika baru ditemukan, Kamala diperkirakan berumur 8 tahun dan adiknya berumur 2 tahun. Kamala masih bisa hidup sampai 9 tahun sedangkan adiknya tak lama setelah ditemukan meninggal dunia. Karena hidup di tengah serigala, ia sangat mirip dengan serigala. Ia berlari cepat sekali dengan kedua tangan dan kaki, mengaum, lebih sering bergaul dengan serigala, tidak bercakap satu kata pun, dan tidak terlihat adanya mimik emosi di wajahnya. Sangat sukar untuk mengajar ia berdiri, berjalan, menggunakan tangan, apalagi bercakap-cakap (sampai ia meninggal tak lebih dari 50 kata yang dapat dipelajarinya). Dia mencium-cium dan mengendus-ngendus makanannya, memeriksa segala sesuatu dengan alat penciuman, mempunyai penglihatan malam yang tajam, dan memiliki pendengaran yang tajam pula, serta tidak tersenyum maupun tertawa.

Bagaimana dengan tingkat kecerdasan Kamala? Sampai ia meninggal tingkat kecerdasannya tidak pernah diketahui, sebab dia tidak tidak pernah dites dengan tes-tes objektif yang memungkinkan kita mengetahui apakah kecerdasan praktis Kamala yang tak terbahasakan itu lebih tinggi atau tidak dari kecerdasan seorang anak yang bisu atau dari seekor kera. Namun, bagaimana pun Kamala tidak dapat dibanding-bandingkan dengan kecerdasan manusia, karena Kamala tidak lagi mempunyai bahasa batin. Jadi, tidak mempunyai pikiran yang sebenarnya, pikiran yang efektif (Chauchard, 1983: 69).

 

B.     Penanganan Gangguan Berbahasa

1.      Metode komunikasi representative

Metode ini terkait dengan cara efektif erkomunukasi dengan penyandanggangguan berbahasa. Lebih lanjut hal ini berimplikasi  pada pendidikan bagi anak penyandang gangguan berkomunikasi. Permasalahan berkomunikasi harus dipahami secara mendasar sebelum ditentukan program pengentasan kesulitan berkomunikasi  yang dialami.

Kebanyakan dari permasalahan berbicara lebih banyak berkisar pada masalah tumbuh kembang daripada masalah fisiologis. pada awalnya anak dengan gangguan berkomunikasi mendapat terapi bahasa hanya di kelas khusus, namun dewasa ini terjadi karena trend menyekolahkan pada sekola umum atau yang disebut dengan pendidikan inklusi.  Kecuali pada penyandang gangguan berkomunikasi parah yang membutuhkan terapi individu, pendidikan inklusi akan maksimal apabila  terjalin kerjasama antara guru, terapis wicara, dokter yang menangani anak tersebut dan orang tua.

Adapun pada anak dengan gangguan pendengaran konduktif dibutuhkan alat bantu dengar. Apabila gangguan pendengaranya lebih kompleks secara konsisten perlu dilatihkan menggunakan bahasa isyarat, eja jari (finger spelling), atau menggaunakan keduanya dengan atikulasi perkataan sederhana sesuai contoh. Hal inilah yang disebut dengan komunikasi total yang masih menjadi cara berkomunikasi terbaik. Pendidikan inklusi sebaiknya memberikan pelayanan yang mendukung anal misalnya degan menggunakan media visual seperti film dengan tulisan yang mendiskripsikan perkataan dan bahan dengan tulisan yang mendiskripsikan perkataan dan bahan bacaan dengan kosakata sederhana.

2.      Terapi penunjang

Beberapa terapi menunjang proses penanganan gangguan berbahasa dan bicara. Salah satunya yaitu ergotherapy. Ergotherapy adalah terapi gerak dan sensoris yang lebih ditujukan untuk melatih jika anak mengalami masalah dalam pengucapan (dispraxya) yang disebabkan karena gangguan pada motorik dasar, indra, terlalu sensitif, serta gangguan fisik lainnya. Tujannya untuk mengatasi aspek gangguan secara spesifik yang dibutuhkan dalam mendukung perbaikan bahasa dan bicara.

Auditory integration training (AIT) termasuk dalam terapi penunjang melalui piranti musik. Beberapa orang tua melaporakan keberhasilan terapi ini yang ditunjukkan dengan kemajuan anak dalam memproses informasi auditory. Terapi ini dirancang oleh Dr.Guy Berard yang emendalami bagaimana otot dan syaraf telinga mempengaruhi kerja otak dan organ keseimbangan sebagai struktur yang saling melengkapi. Ketika sistem telinga menerima pesan tetapi tidak diproses ke otak sebagaimana seharusnya, sebagai akibatnya individu menjadi terlalu peka terhadap frekuensi tertentu dan bermasalah dalam mengatur suaranya sendiri. AIT dalam menggunakan musik untuk melatih otot telinga berefleksi dan meningkatkan kemampuan otak untuk menyaring suara yang masuk.

 


 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Akibat faktor lingkungan adalah terasingnya seorang anak manusia yang aspek biologis bahasanya normal dari lingkungan kehidupan manusia. Keterasingannya bisa disebabkan karena diperlakukan dengan sengaja (sebagai eksperimen) bisa juga karena hidup bukan dalam alam lingkungan manusia, melainkan dipelihara oleh binatang serigala, seperti kasus Kamala.

Penanganan gangguan berbahasa dengan cara metode komunikasi representative dan terapi penunjang.

 

B.     Saran

Kami menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Maka kami berharap kritik dan saran dari para pembaca agar penulis dapat meningkatkan pengetahuan berkenaan dengan “Gangguan Berbahasa Berdasarkan Faktor Lingkungan Sosial pada Kasus Kamala”.

 


 

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2003.Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.

Nur Indah, Rohmani. 2012. Gangguan Berbahasa : Kajian Pengantar.
           
Malang:UIN-Maliki Press.

Soenjono. 2008. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.
           
Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JENIS-JENIS RIMA

  JENIS-JENIS RIMA Rima merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam puisi. Melalui unsur inilah, keindahan sebuah puisi tercipt...